Manusia sedang menuju kepunahan. Apakah nanti karena kiamat memang tiba, atau mungkin kita sendiri yang memastikan kehancuran kita, umat manusia dari muka bumi.
Semalam saya melihat tayangan Years Of Living Dangerously di National Geographic. Episode di mana bintang Hollywood Jack Black menelusuri dampak perubahan iklim di Miami, Florida. Black bertemu dengan banyak pejuang lingkungan, termasuk diantaranya Delaney Reynolds, gadis berusia 16 tahun climate activist dari Florida.
Saya hidup di sebuah negara bagian dimana gubernur kami menyangkal dampak perubahan iklim, pejabat kami menyangkal perubahan iklim ini akibat ulah manusia. - Delaney Reynolds
Kenyataannya, Miami merupakan salah satu kota yang sudah merasakan dampak perubahan iklim sehingga pemerintahnya diam-diam mengantisipasi dengan meninggikan banyak jalan setinggi satu meter dan membuat kanal buangan banjir.
Ironisnya, para pengembang/developer banhkan menyembunyikan fakta kenaikan permukaan laut, yang berarti (bila tidak dilakukan upaya perubahan) akan membuat Miami terendam air dalam hitungan belasan tahun ke depan. Pembangunan gedung-gedung terus dilakukan, yang hanya tinggal menunggu waktu, akan kehilangan nilainya bersamaan dengan kenaikan air laut. Bahkan mereka sepertinya acuh dengan fakta asuransi yang berlaku di Amerika tidak menjamin jenis 'banjir' seperti itu, yang berarti kelak para pemilik geduang akan menemukan mereka bukan hanya kehilangan nilai aset mereka, harta mereka, tapi juga tidak mendapatkan asuransi apapun.
Merasa ada kejadian serupa? Ketika hutan atau alam semula jadi yang menopang kehidupan dihancurkan untuk kepentingan industri, yang ironisnya bukan hanya memperkaya pengusaha asing di luar negeri, tapi juga memastikan kehancuran wilayah dan kehidupan yang ditopang oleh hutan itu.
Fakta yang tidak disadari, Hutan hujan tropis yang menjadi paru-paru dunia, sebagian besarnya hanya tersisa di tiga tempat. Yang dominan adalah Amazon, Congo, dan Indonesia.
Pahitnya, banyak yang tidak menyadari, akibat penebangan liar serta berbagai industri semacam perkebunan kelapa sawit banyak hutan hujan di Sumatra sudah rusak. Hanya tersisa 30 persen dari hutan alami Sumatera.
Di Aceh saja. Efek dari perambahan dan perusakan hutan mulai semakin jelas. Banjir, banjir bandang, tanah longsor, yang semakin sering terjadi. Peningkatan suhu yang juga semakin terasa.
Saya menetap di Takengon. Ibukota Kabupaten Aceh Tengah. Satu dari tiga kabupaten Dataran Tinggi Gayo. Tahun 1995 adalah tahun pertama kali saya menjejakkan kaki di Takengon. Study Tour dengan teman-teman di SMA kami. Boleh percaya atau tidak, masyrakat saat itu tidak kenal yang namanya es batu atau es krim. Air mendidih saja menjadi dingin dalam waktu singkat. Jaket dan selimut tebal nyaris tak pernah jauh.
Tapi sekarang suhu udara berubah. Dingin menusuk ketika malam, tapi bisa berkeringat ketika siang hari. Bukan sekedar berkeringat, bahkan pada saat tertentu, kepanasan.
Berada di wilayah yang berdekatan dengan salah satu hutan warisan purba, Leuser. Kawasan ekosistem dan taman nasional yang berhak di sebut sebagai bagian dari 'sebelah' paru-paru dunia. Wilayah Dataran Tinggi Gayo menjadi salah satu wilayah yang paling cepat merasakan pengaruh kerusakan Leuser, dan hutan di sekitarnya.
Sungai-sungai dan air terjun mulai mengering atau menyusut debit airnya. Sumur-sumur menjadi harus digali semakin dalam. Banyak sungai kecil yang menghilang. Banyak tanaman yang semakin sulit ditemukan. Longsor dan banjir bandang mulai meningkat intensitasnya.
Salah satu komoditas perkebunan yang menjadi andalan Dataran Tinggi Gayo, Kopi Arabica Gayo, mengalami perubahan yang cukup nyata. Kualitas buah yang menurun, serangan hama serangga dan jamur yang sebelumnya tak mampu menembus dinginnya suhu udara mulai menjangkiti banyak perkebunan. Periode berbunga dan panen yang bergeser semakin lebar.
Beberapa varietas buah juga mengalami perubahan, baik dari segi kualitas dan kuantitas. Ukuran yang menyusut.
Ada rantai panjang yang terhubung dari seluruh komponen bumi ini. Pengaruh berkurangnya hutan bukan hanya menyebabkan kepunahan langsung mahluk hidup di dalam. Hal yang tidak langsung juga membentuk mata rantai kehancuran.
Dalam 30 tahun terakhir, 50 % terumbu karang hancur dan hilang. Ketika karang mati, hewan dan tumbuhan laut di sekitarnya juga mati. Terumbu karang adalah lahan 'pertanian' dan 'perkebunan' yang menopang kehidupan disekitarnya.
Tidak sulit untuk membayangkan Leuser dan hutan lainnya sebagai terumbu karang dan kita yang hidup disekitarnya seperti mahluk laut.
Rantai panjang yang di dalamnya melibatkan ketersediaan air, tanaman, hewan, suplai oksigen, proses penyerapan CO dan pengaruhnya pada peningkatan suhu di wilayah khatulistiwa. Yang ketika semakin hangat, ternyata mempengaruhi peningkatan badai di wilayah sub tropis.
Ah, panjang. Rantai sebab akibat, yang berujung pada peningkatan ancaman hidup bagi penghuni bumi. Dan itu sering dipengaruhi oleh kepentingan bisnis yang hanya menguntungkan segelintir manusia pengusaha serakah.
Keuntungan untuk mereka, kehancuran untuk semua.
Melindungi Leuser, dan aset alami lainnya memang bukan perkara mudah. Ada proses pendidikan dan pembelajaran yang panjang. Tapi sambil belajar, kita bisa memulai sebisa kita.
Untuk saat ini, hal terdekat yang bisa kita lakukan, adalah mendukung usaha teman-teman untuk melindungi Leuser. Ada pertarungan yang akan berlangsung setelah upaya hukum terhadap perlindungan Leuser kalah di pengadilan.
Seperti persatuan dan suara rakyat yang terbentuk ketika aksi damai kemarin, suara rakyat juga bisa mempengaruhi tindakan terhadap usaha kita menciptakan negara yang dekat dan melindungi alamnya. Bukan negara yang menjual dan memusnahkan alamnya.
Aktifkan aksi seperti Selamatkan Leuser , pasang hastag #CareLeuser atau hastag lainnya yang mendukung perlindungan alam. Tak bisa berbuat banyak, minimal status di sosmed. Facebook, instagram, twitter. Sebisa mungkin, sekecil apapun, kita ikut jadi pejuang alam. Semua kita sudah tahu, tapi sering lupa, sekeping hal kecil, bila bersatu bisa menjadi besar.
Ingin melihat beberapa dokumenter mengenai 'perang' soal perubahan iklim atau kerusakan alam, silahkan klik DI SINI .
Baca juga tulisan mengenai Leuser dari penulis Gam Inong Blogger lainnya:
Yudi Randa dan Cut Dek Ayi.
Tepat sekali bang, apalagi pemutihan karang (bleaching) berlangsung begitu cepat. Segala kerusakan yang terjadi daratan atau hulu, mengalami akumulasi di laut. Bukan hal yang aneh kenaikan muka air laut kurang lebih dari fungsi hutan di darat sebagai penyerap karbon menghilang dan kuantitas plankton di laut menurun.
ReplyDeleteBegitulah Iqbal, rantai sebab akibat yg panjang.
Deletewaaaah kereeeen!
ReplyDeletetapi memang sih bang, dengar2 kualitas kopi gayo kini menurun dan harganya juga mulai tak enak ya?
Ada dua sisi.
DeleteKualitasnya membaik krn proses pra dan pasca panen meningkat. Efek edukasi mengenai kopi yg juga membaik.
Tapi sebagian area perkebunan memang mengalami penurunan. Terutama krn perubahan suhu, polusi, dan efek yg timbul krn hal2 itu Yud.
Terima Kasih sahabat Sayid sudah mau membantu untuk menuliskan tentang kenyataan pahit akan rusaknya Ekosistem Leuser.
ReplyDeleteOh iya, Tulisan bagus ini kami input ke website dan fanspage LeuserLestari.com ya. terima kasih
#careleuser
Silahkan om admin :)
DeleteMohon maaf bila terdapat banyak kekurangan. Bukan ahli di bidang ini.
Leuser 2099...,? menyedihkan memang kalau kita nggk peduli untuk menjaganya dari sekarang #careleuser
ReplyDeleteMimpi buruk yg mungkin jadi nyata kalau kita gak menjaga dr sekarang, Yell.
DeleteBetul, suhu takengon tahun 2008 udah beda sama 2016. Tiap mami datang ke Banda Aceh, selalu ditanya 'mi, gmn takengon apa masih dingin?' mami jawab 'udah ga dingin kali lah skrg ni.' wallahualam, smg Allah lindungi kita semua, hutan kita, lingkungan kita, keluarga dan diri kita.
ReplyDeleteBtw, thanks for the backlink Bang Sayid, smg Lestari nglirik kita kalo ada event-event mendatang. *brb ngebacklink ke bang sayid*
kalau ditelusuri, dampak dari kerusakan lingkungan sampe kemana2 efeknya ya.
ReplyDeletentah apa jadinya 10 - 20 tahun kedepan