a
[ kon·tra·dik·si n pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan ]
Definisi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
a
Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh | Indonesia |
Kontradiksi, atau bisa juga dikatakan saja bertolak belakang secara mutlak.
Ketika dalam banyak sesi motivasi, para moti-vator meneriakkan doa dengan menggelegar, katanya agar mengguncang semesta. Atau ajaran dan ajakan tersembunyi yang di sisipkan dalam film “Bila bersungguh-sungguh pada impianmu, maka alam akan membuka jalan.”
Justru sebaliknya apa yang kami diajari dulu. Tuhan sebenarnya meminta berdoa dengan kelembutan hati, sikap, kata, dan penundukan jiwa.
Tuhan yang akan membuka kesempatan, bukan semesta, bukan alam.
Tuhan lebih tinggi dari itu semua.
Lemah lembut saja dalam berdoa, santun dalam pilihan kata, sembunyikan dari hadapan mahluk lain, dan jangan mendikte Tuhan.
Ketika meminta, Tuhan maha mendengar. Tuhan Maha Mengetahui. Tuhan tidak tuli, tak perlu berteriak dan sesumbar dalam doa. Tuhan bahkan lebih tahu apa yang kita butuh, bahkan sampai niat paling tersembunyi dalam hati.
Tuhan tahu dan mendengar.
Lemah lembutlah dalam berdoa, karena hati yang diberi tenaga dengan teriakan arogan hanya akan membawa sombong.
Saya selalu berpikir dan merenungi betapa indah dan filosofis makna bersepi-sepi dengan Tuhan ketika berdoa. Adalah bukti betapa Tuhan tahu dan selalu tahu.
Berteriak dan unjuk tenaga ketika berdoa tidak lebih dari unjuk kesombongan di hadapan manusia.
Kesombongan yang akan memberikan tenaga untuk egois. Jadi ketika Tuhan menunda atau menunggu waktu yang tepat, kita yang sesumbar ketika berdoa dihadapan orang lain, kita jadi malu pada orang lain. Karena seolah Tuhan tak mendengar pinta kita.
Malu dan egois yang membuat segala urusan, jadi soal harga diri kita di depan orang lain. Tuhan kita bukan lagi Tuhan yang menciptakan kita. Tuhan kita tiba-tiba berubah, menjadi penilaian orang lain, pendapat orang lain, apa kata orang lain.
Ketika ingin meneguhkan diri kita, dalam meraih cita dan impian, tidak bisa tidak, mesti bersandar pada kekuatan terkuat, pemilik segalanya. Perubahan menjadi ‘Saya’, individu yang akan menjadi bagian dari kehidupan, saya yang bisa tegas bilang saya is me, saya adalah saya, bukan dia atau mereka. Adalah perubahan yang tidak mudah. Karena saya is me, adalah keikhlasan, kepasrahan, menerima diri kita yang diciptakan Tuhan dengan segala kekurangan yang ada. Memang tidak sempurna.
Tapi kekurangan itu tidak akan dijadikan penghambat, karena ketika ikhlas, maka fokusnya pada sisi sebaliknya, menggunakan apa kelebihan yang ada.
Bila bersandar hanya pada diri sendiri, mana sanggup. Selalu ada saja hambatan yang menantang kekuatan kita. Butuh penopang, penyangga, yang Maha Kuat.
Bila bersungguh-sungguh pada impianmu, maka memintalah kepada Tuhan. Lalu bekerja keraslah, tunjukkan, pantaskan diri untuk mendapat yang diminta.
Meminta kepada Tuhan dengan santun, lembut, dan bersunyi-sunyi tanpa pamer kemegahan doa di depan orang lain, hanya ada kita dan Tuhan. Adalah satu lagi tanda cinta Tuhan untuk kita.
Itu urusan pribadi banget antara kita dan Tuhan. Sehingga kalau ditunda atau diberi jawaban lain, tidak akan ada kesombongan yang terluka atau perlu dijaga di depan orang lain.
Pada akhirnya, memperbaiki diri, jadi ‘Saya’ yang bisa bangga dengan dirinya sendiri, selalu soal memperbaiki hubungan dengan Tuhan.
Ketika dalam banyak sesi motivasi, para moti-vator meneriakkan doa dengan menggelegar, katanya agar mengguncang semesta. Atau ajaran dan ajakan tersembunyi yang di sisipkan dalam film “Bila bersungguh-sungguh pada impianmu, maka alam akan membuka jalan.”
Justru sebaliknya apa yang kami diajari dulu. Tuhan sebenarnya meminta berdoa dengan kelembutan hati, sikap, kata, dan penundukan jiwa.
Tuhan yang akan membuka kesempatan, bukan semesta, bukan alam.
Tuhan lebih tinggi dari itu semua.
Lemah lembut saja dalam berdoa, santun dalam pilihan kata, sembunyikan dari hadapan mahluk lain, dan jangan mendikte Tuhan.
Ketika meminta, Tuhan maha mendengar. Tuhan Maha Mengetahui. Tuhan tidak tuli, tak perlu berteriak dan sesumbar dalam doa. Tuhan bahkan lebih tahu apa yang kita butuh, bahkan sampai niat paling tersembunyi dalam hati.
Tuhan tahu dan mendengar.
Lemah lembutlah dalam berdoa, karena hati yang diberi tenaga dengan teriakan arogan hanya akan membawa sombong.
Saya selalu berpikir dan merenungi betapa indah dan filosofis makna bersepi-sepi dengan Tuhan ketika berdoa. Adalah bukti betapa Tuhan tahu dan selalu tahu.
Berteriak dan unjuk tenaga ketika berdoa tidak lebih dari unjuk kesombongan di hadapan manusia.
Kesombongan yang akan memberikan tenaga untuk egois. Jadi ketika Tuhan menunda atau menunggu waktu yang tepat, kita yang sesumbar ketika berdoa dihadapan orang lain, kita jadi malu pada orang lain. Karena seolah Tuhan tak mendengar pinta kita.
Malu dan egois yang membuat segala urusan, jadi soal harga diri kita di depan orang lain. Tuhan kita bukan lagi Tuhan yang menciptakan kita. Tuhan kita tiba-tiba berubah, menjadi penilaian orang lain, pendapat orang lain, apa kata orang lain.
Ketika ingin meneguhkan diri kita, dalam meraih cita dan impian, tidak bisa tidak, mesti bersandar pada kekuatan terkuat, pemilik segalanya. Perubahan menjadi ‘Saya’, individu yang akan menjadi bagian dari kehidupan, saya yang bisa tegas bilang saya is me, saya adalah saya, bukan dia atau mereka. Adalah perubahan yang tidak mudah. Karena saya is me, adalah keikhlasan, kepasrahan, menerima diri kita yang diciptakan Tuhan dengan segala kekurangan yang ada. Memang tidak sempurna.
Tapi kekurangan itu tidak akan dijadikan penghambat, karena ketika ikhlas, maka fokusnya pada sisi sebaliknya, menggunakan apa kelebihan yang ada.
Bila bersandar hanya pada diri sendiri, mana sanggup. Selalu ada saja hambatan yang menantang kekuatan kita. Butuh penopang, penyangga, yang Maha Kuat.
Bila bersungguh-sungguh pada impianmu, maka memintalah kepada Tuhan. Lalu bekerja keraslah, tunjukkan, pantaskan diri untuk mendapat yang diminta.
Meminta kepada Tuhan dengan santun, lembut, dan bersunyi-sunyi tanpa pamer kemegahan doa di depan orang lain, hanya ada kita dan Tuhan. Adalah satu lagi tanda cinta Tuhan untuk kita.
Itu urusan pribadi banget antara kita dan Tuhan. Sehingga kalau ditunda atau diberi jawaban lain, tidak akan ada kesombongan yang terluka atau perlu dijaga di depan orang lain.
Pada akhirnya, memperbaiki diri, jadi ‘Saya’ yang bisa bangga dengan dirinya sendiri, selalu soal memperbaiki hubungan dengan Tuhan.
Ibarat beribadah, katakan Sholat, penunjukan kerendahan diri yang tersemat dalam batin pun sering terabaikan. Kadang merasa, setelah itu semua (beribadah), kita seperti tersindir, "Ibadah karena Allah atau karena ego dan wibawa di hadapan orang lain?"
ReplyDeleteNice post, bang. :)
Teguran buat diri sendiri sebenarnya T_T
ReplyDelete