image source : gettyimages |
Bukan salah kita ketika enggan menyatakan diri berharga. Sejak belia, kita dipaksa untuk tidak merasa berharga.
Ingatkah, ketika kita masih kanak-kanak, saat dengan ceria dan bahagia, kita menggambar pemandangan dengan imajinasi yang membuat Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni tercengang kagum. Kita melukiskan landscape padang rumput ditepi pantai yang begitu berwarna. Pohon-pohon yang merah dengan dedaunan ungu, rumput berwarna kuning, matahari biru yang tersenyum, awan coklat yang berarak tinggi, gajah bersayap -- sedang menemani harimau yang juga bersayap -- terbang diantara burung merpati. dibawahnya lautan hijau dengan ikan-ikan berwarna pelangi. Dan karya seni luar biasa itu dihempaskan oleh pernyataan beberapa guru, yang kebetulan menjadi guru bukan karena ingin mendidik tapi sekedar mencari nafkah. " Kamu salah nak, pohon itu coklat, daun hijau, bla bla bla bla ... begitu seharusnya."
Kreatifitas dan percaya diri kita dikikis bertahap. Dan hasilnya, bila kita diminta menggambar pemandangan saat mengikuti sebuah training, hasilnya rata-rata hampir sama. Dua gunung, dengan pohon dikaki gunung, jalan raya, dengan sawah di kiri kanannya. tidak lupa awan dan matahari diantara gunung. Entah baru terbit atau akan terbenam.
Dengan berbagai versi, kejadian ini berulang terus. Dimasa kanak-kanak, dimasa remaja, saat menjadi dewasa secara usia. Terus berulang. Tidak lagi hanya melalui obrolan langsung, industri media yang bekerja sama dengan dunia (industri) hiburan dan (industri) kecantikan, mencecar kita dengan standar yang hanya mungkin terpenuhi oleh malaikat.
Para pemuda bertubuh tambun, tidak menarik. Tubuh kekar ala sparta dengan perut sixpack adalah laki-laki sejati. Wanita bermartabat bila tampil nyaris telanjang dengan bentuk tubuh yang mampu membuat laki-laki paling alim pun termimpi-mimpi.
Seorang perempuan berusia 40'an yang setia, penyayang, cerdas, baik hati dan ramah, tidak ada gunanya bila diwajah terdapat sekian angka tanda-tanda penuaan.
Walaupun Santi terlihat manis dengan kulit hitamnya yang eksotis, tapi dunia dipaksa menganggap Santi tidak menarik karena Santi tidak seputih Sinta.
Anda boleh saja cerdas, namun kalau anda tidak mampu 'nyelip' diantara dua kursi, anda tidak menarik.
Dan banyak lagi, yang intinya anda hanya berharga bila anda seperti standar yang ditentuka sekelompok orang tertentu.
Hidup yang menyebalkan.
Padahal ketika Tuhan menciptakan manusia, tidak pernah ada kata-kataNya " Hai manusia, kuciptakan surga dan dunia bagi mereka yang cantik menurut majalah kecantikan international."
Eksistensi manusia sebaliknya ditegaskan dengan untaian kalimat Illahi yang sederhana ...
- بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
- وَالْعَصْرِ : Demi masa.
- إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ : Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
- إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ : kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Imam Asy-Syafi’I rahimahullah pernah mengatakan "Jikalau semua manusia senantiasa merenungkan samudera makna yang terkandung dalam surah al-ashr ini, maka cukuplah baginya."
Sebuah pernyataan dari seorang yang kekuatan ilmu dan keindahan akhlaknya teruji ini, jelas menunjukkan betapa pentingnya hakikat yang terkandung dalam surah ini, tentunya tanpa mengabaikan pentingnya surah-surah lain di dalam Al-Qur’anul Karim.
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Hanya itu standar Illahi tentang manusia yang sejati. Lalu billa Tuhan sudah menetukan aturan seperti itu, mengapa kita berkiblat pada aturan yang sebenarnya hanya mewakili kepentingan bisnis saja?
Kita wajib menjaga kesehatan diri kita, kita wajib berjuang membahagiakan orang yang kita cintai.
Tapi tak perlu menyesali kulit yang hitam, karena bukankah hanya mereka yang berkulit hitam yang mendapat sebutan indah, Hitam Manis. Saya tidak pernah mendengar ada si putih manis.
Soal kerut diwajah, percayalah bunda-bunda sekalian, anak-anak anda mencintai anda apa adanya. Dan bila mengkhawatirkan suami anda, jangan takut, para lelaki sejati membutuhkan kenyamanan, bukan hanya fisik semata. Juga perlu anda ingat, ada banyak kasus rumah tangga yang rusak, justru karena para istri yang terlalu sering nonton sinetron dan gosip artis, kehilangan percaya diri, mulai mencurigai berlebihan, emosional, dan membiarkan diri hidup dalam bayangan sebagai korban, padahal suaminya sebenarnya masih tetp sama seperti dulu, mencintai dan menerima dirinya apa adanya.
Soal langsing, dan bisa lewat diantara dua bangku? gampang itu. Jarangkan lagi jarak diantara dua bangku itu, beres.
Bukan standar fisik yang membuat kita berharga, namun seberapa kebaikan yang akan orang lain rasakan ketika mereka berada bersama kita. Seberapa nyaman ketika mereka berada disekitar kita. Seluruh dunia mungkin mencari kepuasan fisik dan material untuk sejenak.Namun pada akhirnya kenyamanan hati adalah kebutuhan mutlak yang dicari dalam peradapan manapun.
Anda berharga, sangat berharga.
Namun itu tergantung pada seberapa besar anda menghargai diri anda sendiri, terlebih dahulu.
Karena, orang lain, hanya akan menghargai anda, sesuai anda menghargai diri sendiri.
bagus atuh mas :)
ReplyDelete